Penyelesaian kasus tanah Eigendom Verponding (EV) di Surabaya kini memasuki babak baru. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan bahwa penanganan persoalan ini akan menempuh mekanisme administratif, bukan melalui jalur peradilan.
Latar Belakang Sengketa EV di Surabaya
Eigendom Verponding (EV) adalah jenis hak atas tanah warisan era kolonial yang masih menyisakan polemik, terutama di kota-kota besar seperti Surabaya. Status hukum tanah EV kerap memicu sengketa karena dokumen kepemilikan yang tumpang tindih atau kurang jelas. Selama beberapa dekade, berbagai upaya penyelesaian ditempuh, namun penyelesaian secara tuntas sulit dicapai karena kompleksitas dokumen historis dan kondisi fisik tanah yang telah berubah seiring pembangunan.
Langkah DPR dalam Penyelesaian Administratif
Pernyataan resmi dari DPR membawa angin segar bagi masyarakat yang terlibat dalam kasus EV ini. DPR menegaskan bahwa penyelesaian dilakukan melalui jalur administratif yang melibatkan kementerian terkait. Mekanisme ini diyakini lebih efektif dalam menuntaskan permasalahan lama tanpa menambah beban pada sistem pengadilan.
“Kami memastikan bahwa proses penyelesaian tanah EV ini tidak akan melibatkan pengadilan. Fokus kami pada penyelesaian administratif agar polemik ini segera tuntas,” ujar Adies Kadir, anggota DPR RI.
Peran Pemerintah dan Kementerian Terkait
Dalam penyelesaian tanah EV, pemerintah pusat, khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), berperan penting. Melalui verifikasi dokumen dan tata kelola administratif, kementerian diharapkan mampu menentukan status serta kepastian hukum atas tanah-tanah yang masuk kategori EV. Evaluasi bersama antara kementerian dengan pemerintah daerah diperlukan agar setiap kasus bisa dituntaskan secara adil dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Mekanisme Penyelesaian Administratif
Penyelesaian administratif berarti penanganan persoalan EV dilakukan melalui tahapan pemeriksaan dokumen, pengumpulan data kepemilikan, serta validasi administrasi secara menyeluruh oleh pihak yang berwenang. Proses ini mengedepankan transparansi dan akuntabilitas agar hak warga negara bisa terlindungi, dan menghindari konflik berkepanjangan.
Tahapan Umum dalam Mekanisme Administratif
- Pendataan ulang dokumen kepemilikan tanah EV yang disengketakan
- Pemeriksaan dokumen asli dan legalitas administrasi oleh ATR/BPN
- Verifikasi lapangan melalui kunjungan ke lokasi tanah terkait
- Evaluasi bersama antara pemerintah pusat dan daerah
- Penerbitan keputusan administratif atas status kepemilikan tanah
Tanggapan Masyarakat dan Para Pihak
Kebijakan penyelesaian administratif mendapat beragam respon. Banyak masyarakat yang berharap proses ini dapat membuka jalan solusi permanen, mengingat sebelumnya beberapa kasus berkepanjangan di pengadilan belum menghasilkan kepastian hukum. Dengan mekanisme baru ini, diharapkan tidak ada lagi tumpang tindih kewenangan dan proses dapat berjalan lebih cepat.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Penyelesaian administratif tentu menghadapi tantangan, terutama terkait dengan verifikasi dokumen lama, serta kemungkinan adanya data yang sudah rusak atau hilang. Untuk itu koordinasi intensif antara DPR, kementerian, pemerintah daerah, dan unsur masyarakat menjadi krusial.
Ke depan, DPR berkomitmen untuk tetap mengawal proses administrasi ini agar tidak menyimpang dari prinsip keadilan dan kepastian hukum. Solusi administratif ini menjadi model yang dapat diterapkan pada kasus-kasus tanah serupa di wilayah lain, asalkan seluruh pihak sepakat dan kooperatif mengikuti aturan main yang ada.
Penutup
Dengan diambilnya langkah administratif dalam penanganan tanah Eigendom Verponding di Surabaya, diharapkan polemik kepemilikan tanah dapat segera terselesaikan. Pemerintah, DPR, dan instansi terkait terus berupaya agar warga memperoleh kepastian hukum, serta tercipta suasana harmonis dalam pengelolaan lahan di kawasan tersebut.
